2

Ombat Nasution, Vokalis Cadas Berhati Emas

Apapun alasannya, perubahan yang dialami oleh Tengkorak dalam menyuarakan aspirasi di dalam lirik lagu mereka di album "Agenda Suram" (2007) patut diacungi jempol. Keberanian Tengkorak menyuarakan kemanusiaan dan perlawanan terhadap ketidakadilan merupakan perwajahan baru Ombat Nasution cs. di dalam meneruskan karya dan pemikiran mereka di industri musik melalui jalur underground. Faktanya, mereka melakukan apa yang mereka cintai dengan sepenuh hati.


Musik ternyata tidak hanya soal hingar bingar. Di sebuah festival musik bernama J
ava Rockin'land 2011 (JRL 2011), untuk pertama kalinya saya menyaksikan Tengkorak. Band ini pertama kali saya saksikan di sebuah acara musik di TVRI pada tahun 1995. Ketika itu, saya menyebut mereka dengan sebutan "Band Orang Gila", karena musik yang mereka mainkan tidak saya pahami. Terlebih liriknya yang dinyanyikan dengan karakter vokal khas band metalcore dan sejenisnya, growl dan cadas tak bernada.

Lagu berjudul "Konflik" kemudian membawa saya mengenal Tengkorak lebih jauh. Saya masih ingat dengan lagu yang mengritik tawuran antar pelajar yang tidak ada manfaatnya. Di dalam lagu tersebut terselip potongan-potongan pesan dengan aksen Batak dari Ombat Nasution yang membuat saya tergelak ketika pertama kali mendengar lagu ini.
"pulang sekolah langsung pulang!" "kalau berkelahi jangan di jalan, lae!" "merapat dulu ikut karate!" "cari-cari perkara aja kau!" "kutumbukkan kepala kau nanti!"

Sejak itu, saya mengikuti jejak musikalitas Tengkorak, meskipun tidak sempat membeli kasetnya yang sangat sulit dicari di kabupaten tempat saya berada. Album "Konsentrasi Massa", "Darurat Sipil", "Civil Emergency", hingga "Agenda Suram" saya dengarkan satu persatu. Album terbaik Tengkorak menurut saya tetap "Konsentrasi Massa", karena di album ini, kritik sosial lebih tersampaikan pesannya dengan lugas dan berada di momen yang tepat pasca reformasi 1998. Namun, tanpa mengesampingkan album lainnya, progress terbaik tetap ada di album "Agenda Suram". Ombat Nasution mempopulerkan "salam satu jari (telunjuk menghadap ke atas)" sebagai pengganti tren "salam tiga jari" yang kerap mereka pertontonkan di konser-konser mereka terdahulu. Filosofinya adalah Ombat percaya dengan keberadaan Sang Pencipta, sekaligus melawan propaganda dan pengikisan budaya di scene metal Indonesia.

Kembali ke penampilan mereka di JRL 2011, Tengkorak mengritik terorisme, karena terorisme tidak sama maknanya dengan jihad, sehingga terorismelah yang harus dibasmi, bukan jihad. Gempuran lagu-lagu bertema sosial politik disuguhkan ke hadapan penonton. Ombat sangat enerjik dan memamerkan kemampuan vokal yang tidak ada duanya di Indonesia. Di penghujung lagu, Ombat dengan simpatik mengajak penonton untuk bernostalgia dengan lagu lama bertema sosial, seperti "Buruh", "Oknum", "Bisnis Ejakulasi", hingga lagu pamungkas mereka, "Konflik". Penonton berdamai dengan performa Tengkorak dan turut memanaskan suasana di area panggung Tengkorak.

Selepas penampilan memukau Tengkorak selama satu jam, saya menghampiri backstage dan berniat untuk menemui Ombat Nasution untuk sekedar berfoto dan berbicara. Dalam kapasitas saya sebagai fans, saya merasa bahagia bertemu dengan Ombat Nasution. Ada beberapa hal yang kami bicarakan, di antaranya kekaguman saya terhadap perjalanan Tengkorak, titik balik Ombat Nasution yang semakin dekat dengan Tuhan, hingga probabilitas materi terbaru di album Tengkorak berikutnya. Dari beberapa hal yang kami bicarakan, tampak sekali antusiasme di wajah Ombat. Apa adanya dan jujur. Ada hal menarik, ketika salah seorang rekan wartawan memintanya waktu untuk wawancara, Ombat memohon waktu sesaat untuk menyelesaikan pembicaraannya dengan saya. Saya terkesima. Dan di antara jawaban Ombat atas pertanyaan saya, yang paling menarik adalah jawaban Ombat tentang keikutsertaannya dalam kajian Al Qur'an yang tidak terpaku pada satu tempat saja. "Esensinya, ilmu kita dapat dari mana saja, siapa saja," kata Ombat mantap.

Nomor handphone pribadinya diberikannya kepada saya. Saya shock. Karena sebelumnya hanya Anji (Erdian Aji, eks vokalis Drive) yang pernah memberikan nomor handphone pribadinya kepada saya ketika bertemu di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Setelah berfoto bersama, Ombat menepati janjinya untuk melayani wartawan yang hendak mewawancarainya. Setelah mengucapkan salam kepada saya, ia meloncat dari pagar pembatas backstage dan berdiskusi dengan santai di selasar pagar. Mantaaap!

Sampai saat ini, sesekali saya berkomunikasi dengan salah satu vokalis favorit saya itu. Kesibukannya sebagai pengacara di salah satu lembaga bantuan hukum, maupun sebagai promotor musik tidak membuatnya terhalang untuk bersilaturahmi ringan seperti contohnya menjawab pesan Idul Fitri dari saya. Termasuk sms terbaru saya malam ini: "Apa pendapat Bang Ombat tentang kehidupan?" Ia menjawab dengan sms balasan, "Kehidupan datang dari Allah swt maka kita harus kembali kpd Nya (kepadaNya, red.)" 

Sekali lagi: mantaaap!

2 komentar:

Erikson Bin Asli Aziz mengatakan...

Jujur ni Dik ya, aku tidak suka karena tidak mengerti bagaimana cara memahami musik keras cadas beringas dan ngas ngas lainnya seperti Tengkorak. Tapi aku juga suka sama lirik2nya yang jujur dan lugas. Makanya aku bisa maklum sama beberapa kawan yang penggila musik keras seperti ini.

Btw, kau nonton festival terus di Jakarta ni ya?

Didik Yandiawan mengatakan...

tenang, bung erik. seluruh dunia memainkan kord yang sama dengan cara yang berbeda. yang berkarya maupun yang menikmati karyanya tidak pernah saling menuntut untuk disukai atau tidak. jadi, menyukai musik yang berbeda adalah hal yang sangat wajar.

pada dasarnya musik itu masalah kejujuran. kejujuran artis dalam menciptakan sebuah lagu, menghasilkan album,dan totalitas di semua event.


kalau saya sendiri, semua musik didengarkan untuk kemudian diseleksi, karena orientasinya untuk dikoleksi album fisik originalnya.

di jakarta, cuma nonton yang disukai saja. karena rata2 konser berbayar, jadi harus selektif juga.

Posting Komentar

Back to Top