0

Detak Hari: Sebuah Biografi Tentang Ayah








Gambar-gambar di atas adalah serpihan kenangan yang tak terlupakan dalam hidup saya di awal tahun 2010. Gambar-gambar tersebut merepresentasikan perwajahan biografi yang saya tulis selama setahun tentang ayah saya. Sosok ayah yang sangat saya banggakan di sepanjang hidup saya. Karena kerja keras dan kegigihannya mencari nafkah bagi keluarganya. Karena semangatnya untuk bekerja jujur, amanah, dan penuh dedikasi.

Adalah biografi GIGI karya Adib Hidayat (Editor Majalah RSI) yang menginspirasi saya untuk menulis kisah hidup seseorang dan banyak orang di kemudian hari. Biografi salah satu grup musik idola saya itu sangat menawan dan saya tahbiskan sebagai salah satu collectible item terbaik yang pernah saya miliki. Tidak hanya bagus dari segi kemasan, tetapi juga pendekatan bertutur yang dilakukan oleh Adib Hidayat lain dari yang lain. Artwork dan dokumentasi tersaji dengan rapi. wawancara terstruktur dengan bahasa dan porsi yang tepat. Semua yang ada di dalam biografi itu menginvasi pikiran saya untuk bermimpi menulis sebuah biografi. Sejenak mimpi itu mengitari ruang kosong otak kanan saya. Imajinasi bermain di dalamnya. "Kalau bukan sekarang, kapan lagi?" Begitu tanyaku di dalam kosong. 

Tanpa sengaja, saya melayangkan pandangan menuju pigura yang membingkai kebersamaan kami sekeluarga pada sebuah momen lebaran di tahun 2004. Di situlah secara spontan saya mengambil keputusan dan membulatkan tekad untuk menulis perjalanan karir dan hidup ayah saya selama kurun waktu 50 tahun perjalanan hidup beliau. Selain itu, kado ulang tahun 27 tahun karir beliau di Bank Rakyat Indonesia juga perlu saya tuliskan walaupun hanya dalam sebuah buku.

Semula, saya ingin merahasiakan proyek pribadi saya ini, terutama kepada ayah saya. Tetapi, saya kesulitan mencari benang merah dalam mengumpulkan fakta-fakta kehidupan beliau terdahulu, khususnya kehidupan beliau sewaktu kecil hingga dewasa. Alhasil, saya menyatakan langsung kepada ayah saya untuk membuatkannya biografi. Beliau setuju dan antusias, sehingga pengerjaan biografi ini, terutama proses wawancara dengan beliau berlangsung sesuai harapan saya, yaitu memperoleh informasi akurat langsung dari narasumbernya.

Detail pengerjaan mulai konsep dasar, riset, wawancara, menulis, hingga pengumpulan dokumentasi memakan waktu nyaris setahun. Kekurangan saya adalah masalah penjadwalan yang tidak terorganisasi. Akibatnya, terjadi penundaan penyelesaian penulisan biografi ini hingga tahun 2010. Namun, kemunduran rencana pencetakan buku ini ternyata membawa hikmah tersendiri. Apa itu? Nanti akan saya ceritakan di akhir tulisan ini. 

Selama penulisan biografi ini banyak ide dasar yang melenceng dari jalurnya, terutama masalah artwork. Sebelumnya, saya mencoba mencari desain menarik dan meminta bantuan beberapa teman. Tetapi kesanggupan mereka tidak saya peroleh. Akhirnya, saya memutuskan untuk menyerahkan segala desainnya ke 7 Green, sebuah percetakaan yang berlokasi di seberang Kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Bintaro Utama Sektor 3A. Ada empat orang tokoh penting dari percetakan itu yang membantu penyelesaian buku ini sesuai rencana kedua. Lay-out dikerjakan oleh Abduh Permana, desain grafis oleh Wowok Sumaryoto, serta finishing oleh Agus Julex dan Gunawan. Mereka bekerja ekstra cepat di dalam perampungan buku ini.

Secara keseluruhan, buku ini terdiri dari empat chapter, di antaranya: Morning, Afternoon, Evening, dan Night. Keempatnya sinkron dengan judul yang saya pilih untuk biografi ini: Detak Hari. Dengan tambahan inspirasi potongan lirik lagu berjudul "Balerina" dan "Kamar Gelap" karya grup musik favorit saya yang lain, Efek Rumah Kaca, buku ini saling melengkapi satu sama lain. Sampul depan saya pilihkan artwork berupa path yang bergradasi dari gelap ke terang. Menandakan perjalanan hidup manusia yang berawal dari gelap menuju terang. aksen lirik saya tuangkan melalui tulisan di halaman sampul dan sampul belakang buku ini.

Bagian tersulit adalah merangkai tulisan yang terdiri dari 32 judul ditambah tiga sesi wawancara dan komentar anak-anak tentang sosok ayah saya. Setiap chapter terdiri dari delapan judul dengan sisipan satu sesi wawancara dan artwork foto yang menandai masing-masing peralihan waktu. Sesi paling menyenangkan adalah ketika saya menulis tentang masa kecil ayah yang sangat bersahaja dan sederhana. Ketika itu, saya merasa hidup di era itu. Membayangkan diri saya menjadi beliau, sebab biografi ini juga ditulis dengan metode  seolah-olah ayah sayalah yang langsung bercerita di buku ini tentang dirinya melalui penggunaan kalimat tidak langsung. Sementara itu, sesi yang paling menyedihkan sekaligus terberat adalah ketika menulis chapter Night. Titik Hitam adalah momen terberat di mana saya benar-benar merasakan langsung hangatnya air mata saya mengalir tanpa mampu saya bendung ketika mengetik satu demi satu kata di bagian tersebut. Saya merasakan beratnya menggambarkan situasi tersebut dalam tulisan. Saya nyaris menghentikan tulisan di bagian ini. Tetapi, inspirasi untuk menyegerakan kalimat penyesalan dari ayah di akhir bagian ini membuat bagian ini menjadi bagian paling mengharukan di dalam buku ini.

Setelah dikabari oleh percetakan mengenai terselesaikannya buku ini. saya segera bergegas ke sana. Saya bersyukur, buku biografi saya telah selesai dengan sempurna menurut perspektif saya. Biaya yang dihabiskan berkisar 1,5 juta rupiah untuk beberapa eksemplar buku yang hanya diperuntukkan untuk kalangan sendiri. Tetapi, kegembiraan itu tak terlukiskan. Kemunduran rencana pencetakan buku ini ternyata membawa hikmah tersendiri:
Buku ini menemui takdirnya, untuk terselesaikan tepat di hari ulang tahun ayah yang ke- 50.
Saya segera mengirimkannya keesokan hari ke alamat kantor ayah saya. Sebelumnya, sore hari ketika saya mengambil buku karya pertama saya ini, saya menyempatkan diri untuk berfoto bersama buku Detak Hari dan orang-orang yang berjasa dalam penyelesaian buku ini.

Ayah membuka amplop berisi buku ini. Dan beliau menangis ketika membuka buku ini. Menangis karena sesuatu alasan yang hanya beliau yang tahu penyebabnya. Beliau tidak sanggup membacanya seorang diri, karena setiap kali hendak membacanya, beliau menangis. Sehingga adik pertama saya, Nofita, membacakannya hingga selesai. Dan ketika itu ayah saya membingkai kebahagiaan di hari ulang tahunnya dengan kebahagiaan, seperti layaknya ia berbahagia menerima buku biografi tentang dirinya yang langsung ditulis oleh anak pertamanya.

Biar tubuhmu berkelana/ lalui kegelisahan/ mencari keseimbangan/ mengisi ketiadaan/ di kepala dan di dada//  Jangan kabur berjamur/ segala negatif menuju positif/ kekal// (Balerina-Kamar Gelap karya Cholil Mahmud dari Efek Rumah Kaca)

catatan kecil: saat ini saya sedang menyelesaikan biografi tentang ibu saya "Ambilkan Bulan Bu" dan "Perempuan Terhebat " . Double book dengan waktu penyelesaian lebih panjang. 1,5 tahun? 

0 komentar:

Posting Komentar

Back to Top