2

Belajar Banyak Dari Piyu

“Menjadi sesuatu yang bermanfaat buat umat, adalah hakikat setiap manusia ciptaan Tuhan YME.”

(Catatan dan tanda tangan Piyu di halaman 75 buku -Piyu From the Inside Out- milik saya)


Saya harus mengitari rute baru karena salah memilih jalur menuju Istora Senayan hari Jum’at, 25 Februari 2011 yang lalu. Terpaksa, satu jam perjalanan (dari seharusnya setengah jam saja) harus saya tempuh dari Gatot Subroto dengan motor Suzuki Thunder 125 kesayangan saya, demi menghadiri talkshow bersama Piyu, gitaris Padi, di acara Kompas Gramedia Fair 2011. Hikmahnya adalah: malu bertanya sesat di jalan. Tapi hikmah lainnya adalah:Nggak ada noda, nggak belajar. Hehe.

Kita skip saja petualangan bermacet-macet ria yang melelahkan itu. Singkatnya, saya tiba di depan Istora Senayan ketika itu. Kebetulan adzan maghrib sudah lewat sekitar beberapa menit dan saya bergegas ke dalam gedung untuk sholat. Saya berjanji untuk tidak membeli buku hari itu. Karena dalam sebulan ini saya sudah membeli beberapa buku sebelumnya. Jadi, uang yang tersisa di dompet saya hanya teralokasikan ke divisi makan malam dan parkir. Toh, setelah melihat-lihat, banyak buku baru yang sudah terbeli, termasuk buku napak tilas perjuangan seorang gitaris dan pencipta lagu favorit saya bernama Piyu.

Pukul 19.30, selepas Isya, saya ke area pertunjukan utama yang berada di sisi barat gedung. Agak terlambat, karena Piyu cs. sedang memainkan lagu “Seperti Kekasihku”. Saya mencari posisi nyaman untuk menyimak talkshow malam itu bersama Piyu dan Dannie Satrio, jurnalis Majalah Hai. Dan saya bersyukur bisa berada tepat di baris terdepan di hadapan Piyu. Talkshow interaktif ini berlangsung menarik. Karena bahasannya seputar jejak langkah Piyu membangun dirinya hingga mencapai titik tertinggi hidupnya hingga saat ini. Piyu banyak bertutur seputar masa lalu dan kerja kerasnya di saat membangun Padi bersama rekan-rekannya. Dari penuturannya, saya memahami bahwasanya ia benar-benar punya konsep hidup, selain tangan dingin dan talenta yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

Dalam satu momen, Piyu bercerita bahwa ketika dalam proses penciptaan sebuah lirik dan lagu, ia harus benar-benar bisa membayangkan dan merasakan apa yang ia tulis. Seperti di lagu “Seandainya Bisa Memilih”, ia mengaku bahwa lirik lagu ini kompleks dan benar-benar harus diuraikan keterkaitannya dengan tema yang dipilihnya ketika itu: seseorang pengagum yang merahasiakan pilihan hatinya. Ia harus menuturkan betapa sulitnya menghubungkan ide dan benang merah “kekaguman berbalut rahasia” di bagian ini:

//Kaulah rahasia terbesar hidupku, yang tak kan mungkin aku ungkapkan
Kusimpan erat perasaanku, meski ajal menanti//

Piyu dengan lugas menyatakan bahwa seorang penulis lagu yang baik, harus mampu menjadikan lagu yang diciptakannya dapat dibayangkan dan dirasakan dengan hati sekaligus logika. Di lagu ini ia mencari keterkaitan antara rahasia dengan ajal. Penulisan lirik lagu ini merupakan salah satu pengalaman yang paling kompleks yang dialaminya. Setelah itu, Piyu juga bercerita tentang pemilihan “tokoh imajiner” di dalam penulisan lirik lagu “Belum Terlambat”. Ketika itu, ia menyaksikan seorang anak jalanan yang nyaris menjadi korban tabrak lari. Bukannya dikasihani, anak itu bahkan dipukuli, diintimidasi dengan kekerasan fisik dan verbal oleh seseorang yang mungkin menjadi penanggung jawab (bos) dari anak jalanan itu. Sesuatu yang membuat miris hati Piyu dan membuatnya prihatin.

“Bagaimana mungkin dia akan memberikan cinta dan kasih sayang kelak, kalau di masa kecilnya dia tidak mendapatkan sentuhan cinta dan kasih sayang dari orang terdekatnya?, Piyu menyuarakan isi hatinya saat itu dan melanjutkannya dengan pernyataan: “Saya langsung terketuk untuk menciptakan tokoh imajiner saya, yaitu seorang anak kecil yang membayangkan tentang cinta dan kasih sayang yang amat dirindukan kehadirannya. Sebagaimana ia melihat orang lain merasakannya.”.

Jadilah bait lagu “Belum Terlambat” yang berisi lirik berikut ini:
“Belumlah terlambat untuk mengerti/dan belum terlambat untuk menumbuhkan cintaku
Selama hidup separuh usiaku/ tak sekalipun pernah ku menyentuh wujudnya” 
“Apakah cinta yang membahagiakanmu, sesuatu yang ingin ku miliki?”  
Dua sesi tanya jawab berisi pertanyaan yang menyiratkan kekaguman terhadap Piyu dan karya-karyanya. Ada seorang yang mengagumi karya Piyu mengandung unsur keseimbangan kehidupan di beberapa lagu ciptaannya. Ada pula seorang bapak yang baru mengetahui bahwa lagu “unknown artist-Begitu Indahnya” (nama file yang terbaca di pemutar musik telepon selulernya, :hammer .hehe) itu lagu Padi. Seketika itu juga bapak itu memutar lagu itu dengan volume maksimal. Semua orang tertawa dan kemudian bertepuk tangan setelah Piyu berkata sambil tersenyum, “Wah, (unknown artist) saya nggak dapat royalty pak. Lagu itu judulnya “Begitu Indah”. Terima kasih bapak sudah menyukainya.” Lagu “Sesuatu yang Tertunda” yang dibawakan Piyu cs. akhirnya menutup sesi ini.

Ketika acara diisi dengan selingan promosi dari panitia KGF 2011, saya menghampiri Ari Sosianto, gitaris Padi lainnya yang turut hadir di acara itu. Saya menyampaikan keinginan saya kepadanya agar di buan Juli 2011 nanti Padi menggelar konser ulang tahun ke-10 album “Sesuatu yang Tertunda” selain merayakan ulang tahun ke-13 Padi. Ari menanggapi dengan antusias dan berharap ide itu terwujud. Singkat cerita, saya akhirnya berfoto bersama mas Ari. Tak luput dari objek foto saya adalah gitar Gibson “Kamikaze Series" Piyu yang legendaris itu. Bersama seorang SobatPadi bernama Kenny, saya bergantian berpose bersama gitar bercorak matahari terbit itu.


Di penghujung acara, Piyu cs. membawakan tiga lagu dalam versi akustik. “Harmony”, “Tak Hanya Diam”, dan “Sobat”. Lagu tersebut menutup acara talkshow malam itu. Satu yang paling ditunggu adalah book signing dan sesi foto bersama. Piyu sangat bersahabat. Hanya itu yang saya rasakan ketika berbicara selama beberapa percakapan dengannya. Setelah selesai, saya berkenalan dengan beberapa SobatPadi lainnya. Dannie Satrio, jurnalis majalah Hai juga saya hampiri. Dia adalah salah satu jurnalis favorit saya, terutama ketika saya masih menjadi pembaca Hai sampai tahun 2005. Banyak hal yang kami bicarakan seputar sepak terjang Hai sampai saat ini.


Piyu From the Inside Out: Life, Passion, Dreams, and His Legacy -“Napak tilas perjuangan dan impianku”,  telah melengkapi koleksi biografi saya. Saya yakin, kisah hidupnya menginspirasi saya, seperti tuturan yang dituliskannya di buku ini untuk saya. Malam yang indah kembali berakhir dengan “petualangan”. Saya salah jalur dan tersasar melanglang buana selama satu jam. Alhasil, rekan Panji SobatPadi yang berencana ke Bintaro bersama saya ikut tersesat juga. Sampai kemudian di Jembatan Semanggi saya tidak melihatnya lagi dari spion kiri dan kanan saya. Hehe. Maaf sobat, saya juga nggak tau jalan pulang. Hikmah terakhir adalah: Ternyata manusia masih bisa terjatuh berkali-kali ke dalam 'jebakan' yang sama (salah jalan, red).

Didik Yandiawan –SobatPadi- 27.02.2011 >10.30-11.10

2 komentar:

Erikson Bin Asli Aziz mengatakan...

Piyu nama aslinya siapa Dik? aku ada beberapa yang suka sama lagunya PADI yang pernah jadi OST film yang dbintangi Dian Sastro beberpaa tahun lalu, lupa tapi judulnya. Selamat Dik, selamat Piyu.

Didik Yandiawan mengatakan...

nama asli mas piyu itu satrio yudhi wahono. kalo yg di ungu violet itu judulnya menanti sebuah jawaban,rik.

Posting Komentar

Back to Top